Minggu, 19 Februari 2017

PUT ON REBORN by Kho Wan Gie

Ilustrasi Teras Rumah Put On
'PUT ON' Reborn merupakan pameran komik strip karya Kho Wan Gie yang digelar di gedung Bentara Budaya Yogyakarta pada 09 Februari 2017. Pameran tersebut hanya digelar satu hari, namun selanjutnya diadakan pameran komik strip lainnya dari berbagai ilustrator pada tanggal 11-19 Februari 2017. Pameran ini juga merupakan salah satu rangkaian acara memeringati Hari Raya Imlek yang diadakan di Kampung Ketandan dengan tema ''Pelangi Nusantara''. Pameran karya Kho Wan Gie yang digelar pada tanggal 09 Februari 2017 bukanlah pameran perdananya, hal ini dikarenakan pameran komik strip ‘PUT ON’ sudah pernah digelar pada tahun 2011, namun saat itu komik strip karya Kho Wan Gie tersebut disandingkan dengan karya para illustrator Tionghoa lainnya (Hermanu, komunikasi personal, 09 Februari 2017).
Komik strip ‘PUT ON’ merupakan komik yang bercerita menganai tokoh bernama Put On yang kerap kali mendapatkan kesialan, selain itu Put On digambarkan sebagai pria etnis Tionghoa yang selalu disindir karena ia memiliki logat Betawi namun berparas Tionghoa. Put On juga bukanlah sosok pria kaya raya seperti pada dasarnya sosok pria Tionghoa pada jamannya, sehingga ia harus memiliki usaha besar untuk memenuhi yang ia harapkan. Komik strip ini juga banyak membahas tentang kritik sosial, namun karena diceritakan dengan ilustrasi yang lucu sehingga tidak membuat pembacanya gampang tersindir.
Komik strip di samping merupakan salah satu komik yang dipamerkan, dalam komik tersebut diceritakan Put On yang ingin pergi agar tidak perlu membereskan rumah malah bertemu dengan gadis cantik dan ia ingin terlihat baik di depan gadis tersebut, namun alih-alih ia malah harus mengerjakan salah satu pekerjaan rumah yaitung mengecat. Kisah ini merupakan salah satu kritik sosal pada jaman itu bahwa wanita bisa digunakan untuk menggoda pria untuk memenuhi suatu kebutuhan, namun di sisi lain dapat dilihat pula bahwa di tengah budaya patriarki yang kuat namun pria tetap bisa diperdaya oleh wanita untuk memenuhi kebutuhan maupun kepentingan.


Penulis: Patricia Liana Cahyaningtyas



 

Jumat, 24 Juni 2016

Sejarah Perkembangan Majalah

Halo Blogers! Janggal rasanya bila blog kami ini tidak menginformasikan tentang sejarah perkembangan majalah, nah maka dari itu, kali ini kita akan mebahas sedikit tentang perkembangan majalah di Indonesia.

The Gentleman's Magazine (www.images.ourontario.ca)
Pertama kali munculnya majalah di dunia adalah diawali dengan majalah Erbauuliche Monachts-Unterredungen (1663-1668) yang diterbitkan oleh Jhonn Rist, dia adalah seorang teolog dan penyair dari Hanburg, Jerman, Tetapi majalah tersebut kurang terkenal, sehingga banyak yang mengira bahwa majalah yang pertama kali muncul di dunia adalah The Gentleman's Magazine, yang diterbitkan pada tahun 1731 di London dan berhenti terbit pada September 1907. Edward Cave adalah editor dari majalah tersebut di bawah nama pena "Sylvanus Urban". Dia adalah orang pertama yang menggunakan istilah "majalah" di analogi sebagai gudang militer dari berbagai material, yang berasal dari bahasa arab yaitu "makazin" (Achmad Dzakky, 2013).

Majalah The Spectator, (www.itsnicethat.com)
Perkembangan majalah pada tahun 1970, Richard Steele menerbirkan majalah bernama "The Tatler", Joseph Addison dan Richar Steele juga menerbitkan majalah The Spectator. majalah tersebut berisi masalah politik, berita-berita internasional, tulisan yang mangandung unsur-unsur moral, berita-berita hiburan, dan gosip.

Kemudian perkembangan majalah merambat ke Indonesia, sebelum Indonesia merdeka, majalah sudah terlebih dahulu masuk ke Indonesia. Pada tahun 1914 muncul sebuah majalah pembawa kaum kerani atau juru tulis kebun yang mengawali perkembangan majalah di Indonesia, nama majalah tersebut adalah De' Craine. Kemudian pada tahun 1939 terbit sebuah majalah yang bernama "Perintis" dari Banjarmasin. Majalah tersebut adalah majalah dwimingguan yag beredar dikalangan supir (Achmad Dzakky, 2013) tetapi majalah-majalah tersebut tidak mampu bertahan lama di dunia jurnalistik Indonesia.

Di awal kemerdekaan Indonesia, majalah mulai berkembang kembali dengan terbitnya majalah yang bernama "Pantja Raja" di Jakarta, majalah ini dipimpin oleh oleh Markoem Djojohadisoeparto dan diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara, di Ternate juga terbit majalah mingguan yang bernama "Menara Merdeka" yang diterbitkan oleh Arnold Monoutu dan Dr, Hassan Mossouri Oktober 1945 berisi berita-berita dari Radio Republik Indonesia. Ada juga majalah yang menggunakan bahasa jawa pada saat itu, nama majalahnya adalah "Djojobojo" dan diterbitkan oleh Tadjib Ermadi, di Blitar juga ada majalah Jawa yaitu "Obor" (Suluh).

Kemudian Soemanang SH menerbitkan sebuah majalah yang bertujuan memusnahkan kekuasaan Belanda yang masih bersisa di Indonesia, dalam majalah tersebut juga dia mengajak rakyat untuk bersama-sama berani mengusir dan melawan penjajah, nama majalahnya adalah "Revue Indonesia".

Majalah Revenue Indonesia (www.djamandaholoe.com)
Banyak bermunculan majalah pada masa orde lama, tetapi jarang ada yang bertahan lama, majalah yang eksis pada masa orde lama salah satunya adalah "Star Weekly", ada juga majalah yang berasal dari Bogor yaitu "Gledek" tapi tidak bertahan lama.

Semakin berkembangnya zaman, maka diikuti pula oleh majalah yang terus berkembang dengan tampilan yang di kemas lebih menarik dan memiliki informasi yang berbobot. Semoga ke depannya media cetak, khususnya majalah tidak tersingkirkan oleh media elektronik dan semoga kedepannya juga Indonesia mampu mencetak majalah yang terkenal sampai ke seluruh penjuru dunia, mari kita wujudkan bersama-sama.

Jeremy Thomas, Agustinus Mahardika, & Yustinus Bigar

Sumber :

Dzakky, Achmad. No date. Sekilas Perkembangan Majalah. (muspen.kominfo.go.id). http://muspen.kominfo.go.id/index.php/berita/339-sekilas-perkembangan-majalah

Majalah Tempo Dinilai Melanggar Kode Etik Jurnalistik

Hai bloggers! Dalam post kali ini kami akan membahas tentang Majalah Tempo yang melanggar kode etik jurnalistik. Kebebasan berpendapat di Indonesia banyak disalahgunakan oleh rakyat, terutama media jurnalistik, maka wartawan Indonesia membuat kumpulan kode etik jurnalistik. Sebelum kita membahas lebih jauh lagi tentang Majalah Tempo yang dinilai melanggar kode etik jurnalistik, ada baiknya kita mengetahui isi dari kode etik jurnalistik yang disahkan pada 14 Maret 2006, seperti yang dijelaskan oleh dewan pers dalam laman darigngnya (dewanpers.or.id, 2011), sebagai berikut:

Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, mengahsilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikat buruk.

Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang mengahkimi, serta menerapkan asas praduga tidak bersalah.

Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Pasal 5
Wartawan Indoensia tidak menyebutkan dan menyiarkan, identitas korban kejahatan asusila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaanya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita, berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perdebaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendhkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.

Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat, disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Majalah Tempo bisa dikatakan cukup terkenal di kalangan masyarakat Indonesia, tetapi majalah kelahiran 6 Maret 1971 ini, juga pernah dinilai melanggar kode etik jurnalistik. Pada edisi 26 Maret 2012, majalah Tempo memuat informasi yang berjudul "Ochadi, Korban Sengketa Makindo; Terjepit Sengketa Raja Gula (h. 32); Gugatan Dua Saudara (h. 44-48); dan Taipan Nyentrik di ST Regis (h. 58-60)" (Kristanto, 2012).


Majalah Tempo ed. 26 Maret 2012 (Tempo.co, 2012)
Pada edisi tersebut, Tempo menuduh pengusaha Gunawan Yusuf memiliki banyak hutang, padahal sudah jelas tidak ada bukti di pengadilan. Seperti yabg dipaparkan dalam kompas.com bahwa Hotman Paris selaku kuasa hukum Gunawan, menjelaskan, putusan Dewan Pers itu dikeluarkan dalam surat tertanggal 19  September 2012, yang ditandatangani Ketua Dewan Pers Prof. Dr. Bagir Manan SH. MCL. Pengaduan Gunawan kepada Dewan Pers terkait pemebritaan Tempo itu diajukan pada 12 April. "Kami mengadu ke Dewan Pers, karena menghormati kemerdekaan pers" kata Hotman, Selasa di Jakarta pada 2 Oktober 2012 (Kristanto, 2012).

Jelas saja kasus terebut sudah melanggar kode etik jurnalistik pasal yang ke-3 yang berisi , "wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah". berkaitan dengan hal terebut, maka sesuai dengan pasal 10 kode etik jurnalistik, Tempo secepatnya segera mencabut berita tersebut dan diikuti permintaan maaf kepada Gunawan dan pembaca majalah Tempo.

Dengan adanya kasus ini, ada pelajaran yang kita dapat, yaitu dalam menyebarkan informasi, seharusnya kita lebih teliti dan tidak sembarangan memberi opini yang menghakimi orang lain. Sebagai rakyat yang beretika, pintar dan bijak, seharusnya tidak menyalahgunakan kebebasan pers. Saran kami untuk pemerintah, seharusnya lebih tegas lagi dalam menegakan hukum dan sanksi bagi jurnalis dan siapapun yang melanggar kode etik jurnalistik sesuai dengan undang-undang yang berlaku, agar pers di Indonesia bisa lebih  maju dan memiliki kualitas yang diakui dunia.

Jeremy Thomas


Sumber
Kristanto, T. A. (02 Oktober 2010). Majalah Tempo dinilai langgar kode etik jurnalistik. Kompas. Dikutip dari kompas.com
DewanPers. (18 Juli 2011). Kode etik jurnalistik. Dikutip dari dewanpers.or.id
Anonim. (26 Maret 2012). Bandar calon DKI-1. Tempo. Dikutip dari tempo.co