Hai Bloggers! Hmm kalian pernah dengar Warning Magazine? Itu loh majalah yang isinya budaya pop dan banyak meliput tentang band indie. Yuk baca lebih lanjut untuk tahu gimana Warning Magazine bisa menjadi majalah yang cukup diperhitungkan sekarang.
Warning Magazine
merupakan majalah musik yang mengusung
konten musik populer dengan sisipan elemen-elemen sosial politik sekedarnya dan bersifat
independen. Warning Magazine digagas dan didirikan oleh mahasiswa, serta
dikelola sepenuhnya oleh kaum muda. Sebagai majalah berkonten utama musik semata wayang
yang berasal dari kota Yogyakarta, majalah Warning
Magazine telah menjadi media yang diterima dengan baik oleh publik,
terutama oleh para penikmat musik tanah air dengan jangkauan nasional, baik dari
aspek pemasaran, peredaran, hingga konten yang disajikan.
Tajuk Sosial Politik |
Warning Magazine lahir pada 22 Desember
2012 yang dipelopori oleh seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Gadjah Mada (FISIPOL, UGM) bernama Tomi Wibisono. Ide untuk
membuat majalah ini ia dapat karena ada penyelenggaraan
acara pameran zine bertajuk “Muak” pada
pertegahan tahun 2012 yang berlokasi di Fisipol UGM. Dalam wawancaranya, Tomi
menegaskan bahwa zine merupakan
majalah nonkomersial yang hanya ditulis berdasarkan apa yang ingin dituliskan
oleh penulisnya (Wibisono, 2016). Dalam wawacara pada 06 Juni 2016, Tomi
Wibisono memaparkan bahwa berdirinya
Warning Magazine bertujuan untuk
membangun wadah alternatif yang mampu menampung inspirasi dan gairah berkarya
anak muda dalam kajian jurnalistik dan budaya populer, khususnya di ranah musik
populer.
Nama majalah ini diadaptasi dari lagu bertajuk
“Warning” (dari album bertitel sama) milik Trio Punk Rock asal Amerika Serikat,
Green Day, serta sajak populer seorang pujangga korban
aksi represi pemerintahan Orde Baru, Wiji Thukul, yang bertajuk “Peringatan”. Nama
Warning Magazine yang juga dapat
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “Awas!”, yang diakui dimaknai
sebagai sesuatu yang mengganggu, merisaukan, membuat cemas dan was-was, gaduh,
membuat mangkal hati, hingga mampu menggoyahkan kemapanan dan stabilitas.
Penafsiran tersebut juga berangkat dari perspektif Warning Magazine dalam tataran sosial-politik yang ingin
disampaikan dalam potret pemahaman bahwa dunia ini sedang tidak baik-baik saja
dan kenyamanan mampu mematikan kreativitas. Simbol tanda seru sebagai pengganti
abjad ‘I’ yang kerap juga diturutkan pada praktik penulisan nama Warning Magazine di artikel-artikel
tertentu (WARN!NG). Warna oranye
menjadi warna sentral di luar warna dasar hitam dan putih. Warna oranye dipilih Tomi Wibisono lantaran dipandang
sebagai warna paling agresif dan antusias. Warna oranye dinilai lebih bersifat
mengundang huru-hara tanpa ingin jadi sesuatu yang dominan. Warna
oranye juga menjadi simbol kebebasan, bagai warna senja. Masa senja yang jadi
pertanda waktu kebebasan untuk mereka, yang tak lain adalah orang-orang yang
mesti terkungkung dalam siklus kerja harian yang robotik di siang hari.
Sampul Warning Magazine |
Majalah cetak Warning Magazine memiliki kaarakteristik dengan ukuran 275 mm x 210 mm, posisi cetak vertikal dengan jumlah 80 halaman. Hanya sampul depan dan belakng Warning Magazine yang seluruhnya full color dan untuk isi hanya 10% yang full color. Ketika ditanyakan mengenai perihal ini, Wibisono menjelaskan bahwa keputusan tersebut diterapkan karena mengingat bahwa Warning Magazine yang dulunya lahir sebagai zine (Wibisono, 2016). Jenis kertas yang digunakan untuk halaman sampul depan dan belakang adalah Glossy Paper 120 gr dan untuk isi menggunakan kertas HVS 80 gr.
Pada
awal penerbitannya pula Warning Magazine merilis situs resmi berbasis wordpress, yakni warningmagz.wordpress.com. Bersama logo dan atribut lain yang diperkenalkan saat itu, Warning Magazine sudah beroperasi sebagai media
berbasis
portal musik dan webzine yang menjalankan liputan, laporan, dan analisis
tentang peristiwa-peristiwa dan dinamika industri musik populer. Kini seiring dengan perkembangannya Warning Magazine sudah memiliki domain dengan link www.warningmagz.com
Tampilan Halaman Utama Situs Resmi Warning Magazine |
Dalam
wawancaranya, Wibisono menuturkan bahwa Warning Magazine merekrut karyawannya
dengan sistem magang terlebih dahulu selama dua bulan demi melihat kemampuan
karyawannya. Program magang dari Warning Magazine tidak semata-mata untuk
membuka lowongan pekerjaan bagi yang ingin bergabung menjadi bagian dari
Warning Magazine, tetapi program ini juga dibuka bagi mahasiswa yang
memubutuhkan program magang untuk kepentingan akademis.
Tiap
edisinya, Majalah Warning Magazine memproduksi 1000 eksemplar untuk
didistribusikan ke 39 titik penjualan yang ada di 13 kota di Indonesia (Yogyakarta,
Jakarta, Bandung, Depok, Makassar, Malang, Bali, Solo, Pontianak, Cirebon,
Surabaya, Palembang, dan Balikpapan) yang dapat diperoleh dengan harga Rp. 25.000,- dan
satu titik di Singapura. Bagaimana Warning Magazine bisa ada di Singapura? Hal
ini dapat dijelaskan melalui salahsatu visi Warning Magazine yang berisi “Warning Magazine
mampu memaksimalkan status persebaran nasional dan internasional (Asia Tenggara) dengan meraih
pembaca sebanyak mungkin.” tutur Wibisono (06 Juni 2016).
Sumber Konten:
Wawancara. Wibisono, T. 06 Juni 2016.
Patricia Liana C.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar